Allah SWT telah berfirman:
“Yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka
Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (QS.Ali ‘Imran(3):164)
Engkau tunjuki kami jalan kebenaran yang kami tempuh, engkau
pegangkan kami tali petunjuk yang tak terputuskan
Engkaulah pemimpin yang kami harapkan syafa’atnya dan engkaulah
anutan kami dalam kegelapan yang pekat
Rasul SAW adalah seorang murabbi
yang mempunyai sepak terjang yang sempurna sebagai seorang murabbi. Beliau SAW
adalah seorang yang bersikap lembut dalam memberikan pelajarannya, sebagaimana
yang disebutkan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah Maha lembut
lagi menyukai kelembutan dan memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan-Nya
kepada kekerasan.”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 6927 dan Muslim 2593 melalui ‘Aisyah Ra.)
Nabi SAW pernah bersabda: “Tidaklah
sekali-kali kelembutan ada pada sesuatu, melainkan akan menghiasinya dan
tidaklah sekali-kali kelembutan dicabut dari sesuatu, melainkan akan
memperburuknya.”
(Hadits diketengahkan oleh Muslim
2594 melalui ‘Aisyah Ra.)
Rasulullah SAW menyentuh kalbu
manusia dengan cara yang paling lembut sehingga Allah SWT berfirman mengenai
sifatnya ini: “Maka
disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu.” (QS.Ali ‘Imran(3):159)
Beliau SAW adalah orang yang
paling agung dalam mempraktekan akhlaq Al-Qur’an. Untuk itu, anda akan
menjumpainya sebagai seorang yang paling dekat dengan jiwa kita dan paling
dicintai oleh hati kita.
Pernah seorang Arab Badui datang
kepadanya dan ia mengucapkan dalam tasyahhudnya do’a berikut: “Ya Allah,
rahmatilah daku dan Muhammad dan janganlah Engkau rahmati bersama kami orang yang
lain.” Rasul SAW pun menegurnya dengan mengatakan:
“Sesungguhnya engkau telah
membatasi Yang Maha Luas (rahmat-Nya).”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 6010 melalui Abu Hurairah RA.)
Maksudnya, orang Arab Badui itu
dalam do’anya mempersempit rahmat Allah yang memuat segala sesuatu. Selanjutnya,
orang Arab Badui itu bangkit, lalu buang air kecil di sudut Masjid, maka dengan
spontan para sahabat hendak memukulnya. Akan tetapi, Rasul SAW mencegah mereka
dan meminta se’ember air untuk menyiram bekas air seni lelaki badui itu,
kemudian beliau memanggil orang badui itu dengan lembut dan akhlaq yang baik,
lalu bersabda: “Sesungguhnya
Masjid itu tidak layak terkena air kencing dan kotoran lainnya, tetapi Masjid itu
hanya untuk berdzikir kepad Allah SWT, shalat, dan membaca Al-Qur’an.”
(Hadits diketengahkan oleh Muslim
285 melalui Anas bin Malik RA.)
Orang Arab Badui itu pun pulang
ke tempat kaumnya setelah melihat sikap Rasul SAW yang begitu lembut dan lunak,
lalu ia menyeru kaumnya untuk memeluk agama Islam. Akhirnya, mereka semua mau
masuk Islam.
Seorang anak pernah duduk bersama
beliau dalam suatu hidangan makanan, lalu tangan anak itu menjalar ke seluruh
nampan. Saat melihat sikap anak itu, beliau SAW tidak menghardiknya dan tidak
pula melarangnya, tetapi hanya bersabda kepadanya dengan nada yang lembut: “(Hai anak
remaja) sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa
yang ada di dekatmu.”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 5376, 5378 dan Muslim 2022 melalui ‘Umar bin Abu Salamah RA.)
Orang-orang Yahudi pernah masuk
menemuinya, lalu mereka mengatakan: “Assaamu ‘alaika,” yakni semoga
kematian menimpamu. ‘Aisyah menjawab: “Alaikumus saam wal la’nah.” (Semoga kematian dan laknat menimpa kalian.)
Rasul SAW bersabda: “Hai ‘Aisyah,
apa-apaan kami ini! Sesungguhnya Allah tidak suka dengan kata-kata yang kotor
dan perbuatan yang kotor, padahal aku telah menjawab ucapan mereka dengan
kalimat: ‘Wa ‘alaikum’” (Semoga kalianlah
yang beroleh kematian).
(Hadits diketengahkan oleh Bukhari
2935, 6030 dan Muslim 2165, melalui ‘Aisyah Ra.)
Dalam kamus kehidupan beliau SAW
dan juga dalam perbendaharaan etikanya, sama sekali tidak terdapat kalimat yang
melukai, kalimat yang kasar dan tidak pula kalimat yang kotor. Sesungguhnya keseluruhan
yang ada padanya hanyalah kesucian, kebersihan, kejarnihan, kelembutan dan
ketulusan, karena beliau adalah rahmat yang dihadiahkan, nikmat yang
dianugerahkan, berkat yang menyeluruh dan kebaikan yang berkesinambungan.
Adalah Nabi SAW selalu
menyela-nyelai para sahabatnya dalam memberikan pelajaran dan nasehat karena
khawatir akan membuat mereka bosan dan jenuh bila terus-menerus. Yakni beliau
sering membiarkan mereka selama beberapa masa tanpa pelajaran dan nasehat agar
lebih memberi semangat kepada jiwa mereka dan lebih menyenangkan hati mereka. Bila
memberi nasehat kepada mereka, beliau SAW menyampaikannya dengan bahasa yang
ringkas tetapi sangat jelas. Beliau SAW melarang seseorang membuat orang lain
lama menunggu hingga membuat mereka menderita, baik dalam shalat atau dalam
khutbah. Untuk itu, beliau SAW bersabda: “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah
seseorang menunjukkan kedalaman pengetahuan agamanya.”
(Hadits diketengahkan oleh Muslim
869 melalui ‘Ammar RA.)
Yakni sikap yang demikian itu
menunjukkan pengetahuan agamanya yang mendalam. Oleh karena itu, pendekkanlah
khutbah kalian dan panjangkanlah shalat kalian.
Sahabat ‘Umar memprotes
orang-orang Habsyah (Abesinia) yang sedang memainkan tarian tombak di dalam
Masjid Nabi SAW, maka beliau bersabda: “Hai ‘Umar, biarkanlah mereka, agar orang-orang Yahudi
mengetahui bahwa dalam agama kita terdapat toleransi.”
(Hadits diketengahkan oleh Ahmad
24334, 25431 melalui ‘Aisyah Ra; liht Kasyful Khafa 658.)
Sahabat Abu Bakar masuk menemui
Nabi SAW di rumah ‘Aisyah Ra, sedang dihadapan ‘Aisyah terdapat dua pelayan
perempuan yang sedang bernyanyi dan hari itu adalah hari raya. Maka dengan
spontan Abu Bakar berkata: “Apakah seruling setan dibiarkan di dalam rumah Rasulullah
SAW?”
Rasul SAW bersabda: “Hai Abu Bakar,
biarkahlah mereka, karena sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari rayanya
masing-masing dan hari ini adalah hari raya kita.”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 952, 3931 dan Muslim 892 melalui ‘Aisyah Ra.)
Rasulullah SAW pernah bertanya kepada
‘Aisyah tentang perkawinan si kalangan kaum Anshar yang dihadirinya: “Apakah kalian
mempunyai suatu hiburan -yakni musik- karena sesungguhnya orang-orang Anshar
menyukai hiburan?”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 5163 melalui ‘Aisyah Ra.)
Semua itu dalam batasan hal yang
diperbolehkan dengan tujuan untuk menyenangkan jiwa dan menghilangkan kejenuhan
dan kebosanan. Adapun menyangkut hiburan yang diharamkan, maka Nabi SAW adalah
orang yang paling manjauhinya.
Nabi SAW mendidik para sahabatnya
melalui keteladanan yang hidup dan terperagakan melalui dirinya. Beliau menyeru
mereka untuk bertaqwa kepada Allah SWT,
maka beliau adalah orang yang paling taqwa di antara mereka. Beliau melarang
mereka terhadap sesuatu, maka beliau adalah orang yang paling menjauhinya dan
menasehati mereka, sedang air matanya membasahi pipinya. Beliau memerintahkan
mereka untuk berakhlaq yang baik, maka ternyata beliau adalah orang yang paling
baik akhlaqnya diantara mereka. Nabi SAW menganjurkan kepada mereka untuk
berdzikir kepada Allah, maka ternyata beliau adalah orang yang paling banyak
berdzikir kepada Allah di antara mereka. Nabi SAW menyeru mereka untuk
berdermawan tangannya di antara mereka dan paling pemurah jiwanya di antara
mereka. Nabi SAW menasehati mereka untuk bergaul dengan baik terhadap keluarga,
maka ternyata beliau adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya dalam
hal kasih sayang, kelembutan dan kemesraannya.
Wahai orang yang berakhlaq paling mulia, tiada yang mengemban
roh risalah kecuali hanya jiwa orang yang terpilih, berpekerti tinggi yang
telah dicetak untuknya berupa hidayah dan ketinggian agar selalu mudah untuk
diingat.
Hal yang fantastis yang telah
diraih oleh Nabi SAW ialah penanaman keutamaan ini ke dalam jiwa para
sahabatnya dengan menanamkan yang begitu lestari sepanjang usia mereka dan
melekat kekal dalam diri mereka seumur hidup. Selanjutnya, ditransferlah
darinya oleh mereka kepada para pengikutnya, lalu kepada para pengikutnya lagi
hingga sekarang ini. Tersebutlah bahwa bila seseorang bersua dengan Nabi SAW
pada suatu hari atau suatu saat dari usianya, lalu ia beriman kepadanya, maka
hal ini akan meninggalkan bekas pada
dirinya yang terus menetapinya sepanjang masa hingga meninggal dunia
seakan-akan tidak ada masa lain bagi orang yang bersangkutan, kecuali hanya hari
itu atau saat itu yang di dalamnya ia bersua dengan Rasulullah SAW.
Memang adakalanya usia terasa sempit kecuali hanya suatu saat
dan adakalanya bumi terasa sempit kecuali hanya suatu tempat (saat dan tempat
ia bersua dengan orang yang dikasihinya)
Tiada lain pengaruh tersebut
karena kebenaran kenabiannya, berkah dan dakwahnya, kebesaran ikhlas, keagungan
akhlaq dan kemuliaan keutamaannya.
Maka semoga tercurahkan
kepadanya salam kami selama burung merpati masih bersenandung karena melaluinya
Tuhan semesta alam memberi petunjuk kepada kita.
No comments:
Post a Comment
Komentar