Allah SWT telah berfirman:
“Dan mereka minta fatwa
kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu
tentang mereka.’”
(QS.An-Nisaa’(4):127)
Ungkapan yang sulit senantiasa dimudahkannya bila memutuskan
peradilan dan pendapat yang tepat selalu dikeluarkannya bilamana diperlukan
Bila mempunyai suatu ide engkau akan mengatakannya bak cahaya pagi
yang cerah seakan-akan idenya itu tampak bak cahaya kilat karena jelasnya
Nabi SAW adalah orang yang
senantiasa dibimbing oleh Tuhannya dalam ilmu fatwa. Allah telah membukakan
baginya berbagai pintu pengetahuan dan perbendaharaan pemahaman, sehingga
beliau mampu menjawab setiap penanya sesuai dengan keadaannya dan mengetahui
mana yang bermashlahat dan bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhiratnya.
Adalah jawabannya bak pakaian yang dipola secara rinci menurut potongan yang
terbaik bagi si penanya, disertai dengan penyampaian yang indah dan keanggunan
ungkapan serta enak diterima, seakan-akan beliau telah membaca kehidupan si
penanya sebelum datang kepadanya dan
mengetahui seluk-beluk hati sanubari dan kecenderungannya sebelum meminta fatwa
kepadanya.hal tersebut tiada lain berkat kekuatan cahaya kenabian, keberkatan
wahyu dan pengaruh taufiq serta pertolongan rabbani.
Pernah ada seorang tua yang telah
pikun dan lemah karena ketuaannya yang sangat bertanya kepadanya tentang amal
yang harus dilakukannya secara lestari. Nabi SAW pun memberikan fatwa kepadanya
untuk melakukan suatu amal yang mudah sesuai dengan keadaannya, tetapi tidak
menghilangkan keutamaan amal, kemudahan ibadah dan kepraktisan bertaat, dengan
bahasa yang sangat ringkas. Seandainya hal ini diungkapkan oleh selain Nabi
SAW, tentulah dia akan memerintahkan kepadanya untuk berjuang melakukan
ketaatan dan mengisi penghujung usianya dengan upaya keras dalam beribadah
tanpa memperhatikan kelemahan dan faktor usianya yang sudah sangat lanjut.
Perhatikanlah, alangkah indahnya
kalimat yang dikemukakan untuk si penanya yang sudah lanjut usia tersebut
melalui sabda berikut:
“Hendaknya lisanmu tetap basah
karena berdzikir kepada Allah.”
(Hadits diketengahkan oleh Imam
Ahmad 17227, 17245, Tirmidzi 3375 dan Ibnu Majah 3793. Lihat Misykat 2279.)
Betapa indahnya gambaran dalam
ungkapannya, betapa kreatif penjabarannya dan betapa memukau ungkapan yang
dikemukakannya, sehingga menggugah si pendengar untuk mau melakukan amal yang
agung ini.
Ghailan Ats-Tsaqafi datang
kepadanya, sedang dia seorang yang bertubuh kuat lagi besar dan keras anggota
tubuhnya. Ghailan menanyakan kepadanya suatu amal yang dapat mendekatkan
dirinya kepada Allah SWT, maka beliau SAW menjawab: “Berjihadlah kamu dijalan Allah!.”
(Penulis belum menemukan perawi
yang mengetengahkannya.)
Perhatikanlah keindahan amal yang
dipilihkan oleh beliau untuknya. Betapa jeli perhatian beliau terhadap bakat
yang dimiliki oleh lelaki tersebut dan solusi yang terbaik dan paling sesuai
untuknya. Alangkah cemerlangnya kecerdasan beliau dan alangkah padatnya hikmah
yang disampaikan oleh beliau.
Abu Dzar Ra, seorang sahabat yang
berwatak emosional lagi keras, pernah meminta nasehat kepada beliau untuk
dirinya, maka beliau SAW menjawab: “Kamu jangan sering marah!” sebanyak tiga
kali. (Hadits diketengahkan oleh Bukhari 6116 melalui Abu Hurairah RA.)
Memang inilah obatnya, terapi
yang sesuai dengan kondisinya dan penawar yang tepat bagi wataknya. Hal ini
tentu tidak akan di dapati olehnya, kecuali dari apotik kenabian yang diberkati.
Selanjutnya, kalimat ini menjadi kaidah agama dan salah satu dari pokok ajaran
syari’at.
Nabi SAW melihat Abu Musa
Al-Anshari sedang mendaki bukit, lalu beliau SAW bersabda kepadanya: “Bacalah olehmu
laa haula wa laa quwwata illaa billaah, karena sesungguhnya kalimat ini merupakan salah satu
dari perbendaharaan surga.”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari 4205, 6610 dan Muslim 2704.)
Kalimat ini memang sesuai dengan
tindakan mendaki bukit dan tugas memikul beban yang berat-berat, karena dalam
maknanya terkandung pengertian kebebasan seorang hamba dari kekuatan dan daya
upayanya serta memohon pertolongan dari Allah dan bantuan-Nya. Alangkah
indahnya ungkapan yang dipilihkan untuk bimbingan ini disertai dengan perhatian
terhadap situasi dan kondisi yang bersangkutan.
Nabi SAW melihat kelemahan Abu
Dzar dan minimnya daya tahan yang dimilikinya. Untuk itu, beliau memerintahkan
kepadanya agar menjauhi kekuasaan, sebab Abu Dzar orang yang lemah untuk
mengemban tugas ini, yang merupakan amanat, kehinaan dan penyesalan pada hari
Kiamat nanti bagi yang tidak mampu menjalankannya. Sesungguhnya orang yang
semisal dengan Abu Dzar memang mempunyai bakat yang baik, tetapi bukan dalam
hal yang menyangkut kekuasaan. Perhatikanlah kecerdasan Nabi SAW dalam mengenal
berbagai bakat dan potensi yang dimiliki oleh manusia.
“Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
(QS.An-Najm (53):4)
Nabi SAW berpesan kepada Mu’adz
bin Jabal saat mengirimkannya ke negri Yaman untuk menjalankan tugas darinya:
“Sesungguhnya engkau akan
mendatangi banyak kaum dari kalangan ahli kitab.”
(Hadits diketengahkan oleh
Bukhari1458, 1496 dan Muslim 19, melalui Ibnu ‘Abbas RA)
Demikian itu untuk mengingatkan
Mu’adz agar mengenal kadar pengetahuan yang dipunyai oleh orang-orang yang akan
diajak bicara olehnya dan agar dia mengetahui kondisi mereka, supaya Mu’adz
nanti dapat berbicara kepada mereka dengan ungkapan yang sesuai dengan keadaan
mereka.
Nabi SAW berpesan kepada Mu’adz
saat Mu’adz membonceng di belakang keledainya tentang hak Allah atas hamba-Nya
dan hak hamba atas Allah. Demikian itu karena Mu’adz adalah seorang da’i yang ‘alim, sangat sesuai
bila pesan yang besar ini disampaikan kepadanya, dia pasti akan menyampaikannya
kepada umat. Pesan ini berkedudukan sebagai pengarahan, bimbingan dan nasehat
buatnya. Memang demikianlah yang dilakukan oleh Mu’adz sepanjang hidupnya. Seandainya dia seorang
yang awam , tentulah pesan ini tidak sesuai untuknya.
Hushain bin ‘Ubaid datang kepada
beliau SAW,
maka beliau SAW bertanya
kepadanya: “Berapa
tuhankah yang kau sembah?”
Hushain menjawab: “Ada tujuh, satu
yang ada di langit dan yang enam ada di bumi.”
Nabi SAW bertanya: “Siapakah yang
kau sembah saat suka dan dukamu?”
Hushain menjawab: “Tuhan yang ada di
langit.”
Maka Nabi bersabda:
“Tinggalkanlah semua yang ada
di bumi dan sembah sjalah Tuhan yang ada di langit.”
Selanjutnya, Nabi SAW bersabda
pula kepadanya:
“Katakanlah: Ya Allah, berilah
aku ilham agar beroleh petunjuk buat kebenaranku dan lindungilah aku dari
kejahatan hawa nafsuku.”
(Hadits diketengahkan oleh
Tirmidzi 3483 dan Al-Lalka’I dalam syarah I’tiqadi Ahlis Sunnah 1184 melalui
‘Imran bin Hushain RA, lihat Misykat 2476.)
Do’a ini sesuai dengan keadaan Hushain
bin ‘Ubaid mengingat urusannya yang kacau, keadaannya yang berantakan,
kebimbangan yang meragukan dan tidak adanya petunjuk dan jauh dari kebenaran.
Oleh karena itu, amatlah sesuai bila ia meminta petunjuk dari Tuhannya dan
memohon perlindungan kepada-Nya agar di jauhkan dari semua bencana yang
ditimbulkan oleh kejahatan dirinya.
Nabi SAW, memberi petunjuk kepada
‘Ali bin Abi Thalib untuk mengucapkan do’a berikut:
“Ya Allah, berilah aku petunjuk
dan bimbinglah daku ke arah yang lurus.”
(Hadits diketengahkan oleh Muslim
2725 melalui ‘Ali RA.)
Pengarahan ini sesuai dengan
keadaan ‘Ali RA mengingat sesungguhnya dia hidup sampai menjumpai masa
perselisihan dan munculnya fitnah serta keadaan yang carut-marut, sehingga
membutuhkan dia untuk memohon hidayahnya dari Allah dalam nuansa yang penuh
dengan kegelapan tersebut dan memohon bimbingan dari Tuhan Yang Maha Hidup
Kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya bila semuanya itu terjadi yang
menyebabkan timbulnya berbagai pendapat dan kecendrungan yang simpang siur.
Maha Suci Allah yang telah
mengilhamkan kepada Rasul-Nya, membukakan kepada Nabi-Nya dan melimpahkan
kepadanya sebagian dari pemahaman yang tersembunyi dan pengetahuan yang
tersimpan dalam bentuk yang tak dapat digambarkan oleh kata-kata dan teramat
agung untuk dipuji.
Orang-orang memetik pendapat sebelum masa pertumbuhannya, sedang
engkau memetik pendapat setelah masa matangnya
Maka pendapatmulah yang menjadi pusat perhatian dan makin
berlipat-ganda kebagusannya bila diulang-ulang
Kalam Nabi SAW bukanlah kalam
salah seorang penyair yang kerjanya hanya menyanjung hal-hal yang tidak mereka
ketahui dan mengembara di setiap lembah tanpa tujuan. Tiada lain ungkapan para
penyair hanyalah hasil pernak-pernik ilusi mereka yang rusak dan hasil rekayasa
dari presepsi mereka yang tidak laku. Berbeda dengan kalam Nabi SAW, maka ia
dipelihara oleh Allah dari hal tersebut. Bahkan kalamnya bersumberkan dari
wahyu yang diturunkan kepadanya dan syari’at yang dibacakan kepadanya.
Ucapannya bukanlah ucapan politis untuk meraih simpati segolongan orang, berbasa-basi
dengan khalayak ramai dan mempromosikan barang dagangan yang palsu. Bahkan
kalamya adalah kalam seorang nabi yang rabbanni dan rasul yang dipelihara. Dia
menerima dari Jibril dari Tuhannya berupa hikmah yang benar, agama yang memberi
petunjuk, dan tuntunan yang lurus.
Nabi SAW bukanlah seorang
sastrawan yang menciduk kalamnya dari hasil aset pendidikannya dan data
pengetahuan yang dihimpunkan oleh sastrawan yang bersangkutan, yang juga
merupakan produk manusia dan intisari pendidikan manusia sebagai anak-anak
tanah dan keturunan yang berasa dari tanah juga. Bahkan Nabi SAW adalah seorang
mu’allim (guru) yang dipelihara dari penyimpangan dan dijaga dari kesesatan
serta terpelihara dari melampaui batas.
No comments:
Post a Comment
Komentar