Beliau SAW adalah makhluk Allah
yang paling mulia dan manusia yang paling dermawan. Telapaknya bak mendung yang
mengandung banyak kebaikan dan tangannya bak hujan yang deras menurunkan
kemurahannya.
Bahkan dalam hal kemurahannya,
beliau lebih cepat melakukannya daripada angin yang bertiup. Beliau tidak
pernah mengengal kata “tidak”, kecuali hanya dalam tasyahhud shalatnya.
Dia sama sekali tidak pernah berkata ‘tidak’ kecuali dalam tasyahhudnya.
Sekiranya tidak ada tasyahhud, tentulah kata ‘tidak’nya akan
menjadi kata ‘ya’nya.
Jika kau datangi, dia akan terlihat cerah dengan senyumnya,
seakan-akan hendak kau berikan sesuatu yang kau sendiri
menginginkannya.
Beliau tetap berinfaq meskipun tidak punya dan tetap memberi meskipun
fakir. Beliau menghimpun semua ghanimah, kemudian membagi-bagikannya saat itu
juga tanpa mengambil barang sesuatu pun darinya.
Hidangannya selalu terbuka bagi setiap orang yang datang dan rumahnya
menjadi kiblat bagi setiap delegasi. Beliau menerima tamu, membelanjakan harta
dan memberi makan orang yang lapar dari makanannya, lebih memprioritaskan orang
yang perlu dengan uluran tangannya, memberi kerabat yang dekat dengan apa yang
dimilikinya, menyantuni orang yang dihimpit oleh keperluan dengan apa yang
dimiliknya dan mendahulukan orang yang mengembara daripada dirinya sendiri. Dan
adalah diri beliau SAW merupakan tanda kekuasaan Allah dalam hal kedermawanan
dan kemurahan hingga tiada yang dapat menandinginya sekalipun orang-orang Arab
yang paling dermawan, seperti Hatim Ath-Tha-iy dan Harim bin Jad’an bin Sinan.
Demikian itu karena beliau SAW memberi seperti orang yang tidak
menginginkan imbalan selain dari Allah SWT dan beliau sangat pemurah seperti pemurahnya
orang yang menyepelekan diri dan hartanya. Semua yang dimilikinya disediakan
untuk jalan Allah Tuhannya. Beliau adalah manusia yang paling dermawan
pemberiannya, paling pemurah uluran tangannya dan paling mulia keturunannya.
Kemurahannya meliputi semua shahabat, orang-orang yang dicintainya dan para
pengikutnya. Bahkan musuh-musuhnya merasakan pula kemurahan, kedermawanan,
kebajikan dan pemberiannya. Orang–orang Yahudi pernah makan dalam hidangannya,
orang-orang pedalaman pernah ikut duduk menyantap makannya dan orang-orang
munafiq pernah mengerumuni jamuan makannya. Belum pernah terdengar darinya
bahwa beliau pernah bermuka masam kepada tamu, bersikap menggerutu kepada orang
yang mengemis atau merasa terganggu oleh orang yang minta-minta. Bahkan pernah
ada seorang Arab Badui menarik kain burdahnya hingga kain itu membekas pada
kulit lehernya yang putih bersih, lalu berkata kepadanya: “Berikanlah kepadaku sebagian dari harta Allah
yang ada padamu, bukan dari harta ayah dan ibumu!” Beliau SAW menoleh
kepadanya seraya tersenyum, lalu memberinya.
“Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, hendaklah ia menghormati tamunya.”
(Hadits diketengahkan oleh Imam
Bukhari 6018, 6138 dan Imam Muslim 47 melalui Abu Hurairah RA)
Dalam hadits lain disebutkan
melalui sabdanya yang mengatakan:
“Setiap orang (pada hari
kiamat) akan berada dalam naungan shadaqahnya sampai diputuskan semua perkara
di antara manusia.”
(Hadits diketengahkan oleh Ibnu
Khuzaimah 2431 dan Ibnu Hibban 3310 dalam kitab shahih masing-masing)
Dalam Hadits lain yang
diketengahkan oleh Imam Muslim 2588 melalui Abu Hurairah RA disebutkan bahwa
Nabi SAW pernah bersabda:
“Tiada suatu shadaqah pun yang
dapat mengurangi harta.”
No comments:
Post a Comment
Komentar